siap siap jasmek dan panastak

Quote:

Merdeka.com - Saat bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Jepang, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengaku memberi usul jalan keluar terkait polemik UU Pilkada. Agar UU Pilkada tidak berlaku, Yusril meminta Presiden SBY tidak menandatanganinya, dan Joko Widodo (Jokowi) setelah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober segera mengembalikan RUU itu ke DPR.


Mengenai saran Yusril tersebut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD justru menganggap hal itu bisa memicu persoalan politik yang lebih pelik. Bahkan, Presiden Jokowi nantinya bisa dimakzulkan.


"Kalau Presiden tak mau tanda tangan RUU yang telah disetujui di DPR itu boleh saja dan sesuai Pasal 20 (5) UUD 1945 RUU itu berlaku sah sebagai UU," kata Mahfud lewat akun Twitter-nya, Selasa (30/9).


Akan tetapi, kata Mahfud, kalau Jokowi mengembalikan RUU itu ke DPR bisa jadi masalah serius. "Misalkan DPR menolak pengembalian itu terjadi konflik tolak tarik," kata Mahfud.


"Konflik itu bisa memancing sengketa kewenangan ke MK. DPR bisa berdalil Presiden menggunakan kewenangan dengan melanggar hak konstitusional DPR," ujar dia.


Mahfud mengingatkan, sengketa di MK pasti ada yang menang dan kalah. "Kalau DPR menang bisa dipakai alasan untuk proses impeachment karena pengkhianatan. Negara bisa gaduh," kata mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta ini.


"Tapi kalau Presiden yang menang, pada masa-masa berikutnya gantian DPR yang tak mau mengirim RUU yang sudah disepakati kepada Presiden sehingga tak bisa diundangkan," ujar dia.


"Bisa jadi juga semua kebijakan yang perlu persetujuan DPR nanti diganjal di DPR sehingga pemerintahan jadi stuck. Situasi seperti ini sungguh mengerikan," ujar dia.


Oleh sebab itu, menurut Guru Besar UII Yogyakarta ini, kalau SBY tak mau tandatangan tidak apa-apa. "Jokowi juga tak harus tandatangan. Tapi Jokowi jangan beri umpan dengan mengembalikan RUU itu," tegasnya.


"Sebaiknya pertikaian politik diakhiri, semua harus bekerja untuk kemaslahatan bagi rakyat dan keselamatan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya.


http://ift.tt/1079E7S


Quote:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan tidak mungkin presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dimakzulkan secara konstitusi. Sebab, pengalaman ketatanegaraan Indonesia ada tiga presiden yang dimakzulkan secara politik.

Tiga presiden yakni Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Jika belajar dari sejarah, kata Ray, pada 1966 rakyat menggugat Presiden Soekarno terlibat kasus G30S/PKI, pada 1998 terjadi krisis ekonomi sehingga rakyat marah dan melengserkan Soeharto. Sedangkan zaman Gus Dur terjadi politik zig-zag kemudian Gus Dur mengeluarkan dekrit presiden.

"Soekarno, Soeharto dan Gus Dur dilengserkan karena politik. Dalam praktik ketatanegaraan kita, presiden dilengserkan karena politik bukan melanggar konstitusi," kata Ray dalam diskusi bertema Politik Bohong dan Jegal-Jegalan, Mampukah Jokowi Bertahan? di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (12/10).

Pemakzulan melalui mekanisme pelanggaran konstitusi dicontohkan presiden melakukan tindak pidana, melanggar undang-undang, berganti kewarga negaraan, dan lainnya. Jika terjadi hal tersebut, otomatis Presiden dimakzulkan bukan karena politik tapi melanggar konstitusi.

Sehingga tidak ada proses politik di MPR. MPR hanya melakukan sidang administrasi, tanpa melalui mekanisme hak angket dan hak interpelasi. Namun, dia menekankan dalam sejarah Indonesia belum ada presiden yang melanggar konstitusi.

Menurut Ray, pemakzulan secara politik boleh dilakukan MPR dan diatur dalam undang-undang. Dalam mekanisme itu berlaku proses hak angket hak interpelasi. Jika Mahkamah Konstitusi setuju tinggal sidang di MPR.

Faktor pemakzulan secara politik antara lain ada gejala keresahan masyarakat, demo besar-besaran dan kerusuhan. Kemudian, anggota MPR melakukan koreksi untuk memakzulkan presiden. "Pemakzulan politik itu pandangan subjektif yang berangkat dari fenomena di masyarakat," ujar Ray.

Karena itu, Ray meragukan adanya isu yang mengatakan Jokowi bakal dijatuhkan karena melanggar konstitusi. Sebab, belum ada presiden yang melanggar konstitusi. Namun, jika terjadi demo besar-besaran, nilai rupiah melemah dan keresahan masyarakat, MPR bisa saja memanfaatkan untuk meng-impeach presiden.

Namun, Ray memprediksi aksi jegal-menjegal hanya akan bertahan 2,5 tahun. Sebab, pada 2017 semua parpol sudah berkonsentrasi untuk Pemilu 2019. "Kalau 2017 Jokowi selamat ya aman sampai lima tahun," ujarnya.


http://ift.tt/1079E7U


Quote:



Dee Dee Koordinator Relawan Jokowi-Ahok, Wanita Katolik Penyusup Berjilbab

JAKARTA (voa-islam.com) - Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B. Nahrawardaya membeberkan sejumlah bukti Koordinator Jokowi-Ahok Social Media Valunteers (JASMEV), Kartika Djoemadi atau dikenal dengan nama Dee Dee telah menipu umat Islam dengan berpenampilan seperti seorang Muslimah bahkan mengaku sebagai Muhammadiyah.

“Awalnya tanggal 22 Januari 2013 Kartika mengaku sebagai Muhammadiyah. Saya kira dia Muslimah, karena tahun lalu dia merilis album Ramadhan ini. Dengan berbaju seperti itu, saya tak perlu lagi tanya agama dia dong. Saya punya kantor CDCC (Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations), dimana sering kumpul tokoh beda agama yang mana agama mereka jelas, pakaiannya jelas dan tidak ada tipu menipu identitas,” ungkap Mustofa B. Nahrawardaya, kepada voa-islam.com, Senin (28/1/2013).


Mustofa melanjutkan, terbongkarnya identitas Kartika Djoemadi yang beragama Katolik itu melalui pengakuannya sendiri ketika ia diajak untuk shalat Maghrib.

“Tapi tidak disadari oleh Kartika, pada sebuah twit dengan saya, dia mengaku Katolik. Dia mengaku Katolik, ketika saya dengan sengaja mengajak dia untuk shalat Maghrib dulu, karena adzan Maghrib sudah terdengar. Maksud saya, ketika adzan sudah didengar, mari kita hentikan semua aktifitas, termasuk ngetwit,” jelas pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini.


Saat itu Mustofa pun menyarankan Kartika agar meminta maaf karena selama ini telah menipu identitas agama. Namun saran Mustofa itu justru dituding sebagai SARA, hingga Kartika mengusulkan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsudin untuk memecat Mustofa.

“Anehnya, ketika saya menyarankan dia minta maaf karena menipu identitas agama, dia menuduh saya SARA. Kemudian, karena dia nuduh saya SARA, maka dia mention ke Ketua Umum PP Muhammadiyah Bahkan dimention pula ke Wakil Ketua MPR Mas Hadjriyanto, tentu ini tidak pantas. Seorang penipu terhadap Tuhan, menipu Islam, kok memberi usulan pemecatan pengurus Ormas Islam,” bebernya.

Mustofa pun menasehati agar Kartika Djoemadi istiqomah beribadah sesuai agamanya, sebab penampilan Kartika dengan menggunakan jilbab itu dalam Islam pada dasarnya adalah bentuk ibadah, sedangkan ia sendiri beragama Katolik.

“Saya sarankan ke dia agar ‘istiqomah’, beribadah ya sesuai agamanya. Bagi saya, jilbab itu tidak sama dengan pakaian budaya. Jilbab itu bentuk ibadah, yang wajib bagi Muslimah,” imbuhnya.


Terakhir ia mengingatkan agar jangan sampai salah dalam memahami toleransi, sebab sehebat apa pun toleransi seorang Muslim tak ada diantara mereka yang mau menggunakan baju suster atau pendeta.

“Saya kira sehebat-hebatnya toleransi, tidak akan ada orang Muslim bersedia memakai baju suster atau baju pendeta, apalagi menyanyikan lagu untuk kebaktian. Kalau toleransi seperti itu, silahkan pihak gereja ngalah, untuk tidak membangun gereja, untuk menghormati jumlah Muslim yang mayoritas,” tandasnya. [Ahmed Widad]

- See more at:




kalo rusuh apa yang lu lakuin njenk?


serunya kayaknya kalo ngegengbeng si djoemadi kartika, si cinakkk babii ras parasit satu ini, kayaknya seru kalo di gengbeng


cinakk bangsaaadd ini haruss di gengbeng njenkk


Comments

Popular posts from this blog

[TRUE STORY] Surabayan Gigolo: Ternyata Si Tante tak Selalu Cari yg Jago di Ranjang

[ PANLOK Idaman ....] Sandra Dewi Tak Heran Ahok Galak dan Suka Marah

Pengakuan Para Gigolo Kelas Atas di Surabaya