Pengambil-alihan DPR oleh "DPR Tandingan", Bukankah ini Kudeta Kekuasaan Legislatif?
PDIP: Ketua DPR Tandingan Bukan Kudeta
Rabu, 29/10/2014 18:53 WIB
PDIP: Ketua DPR Tandingan Bukan KudetaKubu PDIP mengajukan Pramono Anung sebagai Ketua DPR tandingan. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan langkah mereka mengajukan pimpinan DPR tandingan merupakan hak konstitusional yang dilindungi konstitusi.
“Koalisi Indonesia Hebat tidak melakukan kudeta. Kami hanya menegaskan prinsip dan pendirian politik sebagai pendukung pemerintah yang sah,” kata juru bicara kubu PDIP, Arif Wibowo, di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10).
Pengajuan pimpinan DPR tandingan dilakukan PDIP setelah koalisi Prabowo menyapu bersih seluruh kursi pimpinan komisi. Mereka tak menghiraukan ketidakhadiran PDIP dalam rapat pemilihan pimpinan komisi, dan otomatis menetapkan paket calon yang diajukan Koalisi Merah Putih sebagai pimpinan tiap-tiap komisi. (Baca: Koalisi Prabowo Kuasai Kursi Pimpinan Komisi)
Untuk menggolkan pimpinan DPR tandingan mereka, kubu PDIP lantas menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (Perppu MD3), sebab UU MD3 itulah yang sebelumnya menghambat mereka memperoleh kursi pimpinan DPR.
“Dilakukannya perubahan terhadap UU MD3 adalah preseden buruk yang sejak lama diprediksi,” ujar Arif. Berdasarkan UU MD3 yang baru, kursi ketua DPR tidak lagi diberikan secara langsung pada partai pemenang pemilu. Pimpinan DPR dipilih berdasarkan sistem paket. Lima fraksi harus mengajukan sekaligus satu calon ketua dan empat calon wakil ketua DPR. Kubu PDIP yang hanya terdiri dari empat fraksi –PDIP, PKB, Hanura, dan Nasdem– pun tersingkir karena tak dapat mencalonkan paket pimpinan DPR.
Menurut Arif, koalisi Prabowo jelas berniat menjegal kubu PDIP dan pemerintahan Jokowi-JK. Oleh sebab itu pemilihan ulang pimpinan DPR perlu dilakukan agar pemerintah Jokowi tak mengalami gangguan politik tak berkesudahan dari kubu Prabowo di parlemen.
Pemilihan pimpinan DPR tak bisa serta-merta dilakukan. Namun dengan Perppu yang dikeluarkan Jokowi, hal itu mungkin. Lewat Perppu, Jokowi bisa membatalkan UU MD3 yang berlaku saat ini.
Rencana kubu PDIP ini ditentang oleh pimpinan DPR. Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Hidayat Nur Wahid menganggap tak ada kondisi mendesak yang membuat Perppu MD3 layak dikeluarkan. “Di sini bukan rimba. DPR lembaga yang menyusun legislasi. Jadi mestinya anggota taat pada hukum. Hukum ada di UU MD3 dan Tata Tertib –yang telah mereka gugat ke MK dan ditolak,” kata Hidayat
http://www.cnnindonesia.com/politik/...-bukan-kudeta/
DPR Tandingan Tidak Mengakui Kabinet Jokowi
Jum'at, 31 Oktober 2014 - 04:24 wib
JAKARTA - Pemilihan pimpinan DPR tandingan oleh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dinilai tak serius. Pasalnya, dalam akun twitter Pramono Anung tertuliskan dirinya enggan menjadi Ketua DPR tandingan. "Kalau seorang Pramono Anung menyatakan tidak bersedia sebagai Ketua DPR tandingan, maka bisa dikatakan ini hanya sebagian dari KIH, bukan atas dasar keinginan koalisi secara keselurugan," ujar pengamat politik, Said Salahudin, kepada Okezone, Kamis (30/10/2014) malam.
Dikatakannya, ada batas kekecewaan dari KIH yang masih bisa dipahami lantaran mereka kerap kali kalah dalam perebutan pimpinan DPR maupun MPR
Namun, sambungnya, sikap sebagian orang dari KIH yang membentuk DPR tandingan tak bisa dibenarkan. Sebab, kata Said, awal mula pembentukan DPR tandingan lantaran adanya rasa kekecewaan atas pembentukan alat kelengkapan dewan.
"Menurut saya sebaiknya kembalilah pada alat kelengkapan dewan. Kalau dibentuk pimpinan DPR tandingan, artinya tidak mengakui pimpinan DPR yang dipimpin Ceu Popong, artinya prosesi kenegaraan yang sudah dipimpin Setya Novanto tidak sah dong? Dan Jokowi harus membentuk kabinet ulang, karena pertimbangan pembentukan kabinet itu kan diajukan pada DPR yang dipimpin Setya Novanto," terangnya.
Sebagaimana diketahui, dalam akun twitter @pramonoanung, Pramono menuliskan sikapnya yang tidak setuju dengan adanya DPR tandingan. Selian itu, penolakan juga dinyatakan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan anggota DPR dari partai anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menghentikan manuver seputar isu pimpinan parlemen tandingan. JK beralasan, pimpinan komisi dan alat kelengkapan DPR sudah secara sah dikuasai partai anggota Koalisi Merah Putih (KMP).
http://news.okezone.com/read/2014/10...kabinet-jokowi
Akan ada 2 Versi DPR-RI?
Jumat, DPR Tandingan Gelar Sidang Paripurna untuk Tetapkan Pimpinan
Kamis, 30 Oktober 2014 | 13:18 WIB
Koalisi Indonesia Hebat menggelar konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/10/2014). Mereka melayangkan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR saat ini dan mengangkat pimpinan DPR sendiri.
JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi dalam Koalisi Indonesia Hebat yang membentuk pimpinan DPR tandingan akan menggelar sidang paripurna untuk melantik pimpinan DPR yang baru, versi mereka. Aksi itu rencananya akan digelar pada Jumat (31/10/2014) besok.
Politisi PDI Perjuangan, Aria Bima, menjelaskan, di dalam sidang paripurna itu akan digelar pemilihan dan penetapan pimpinan DPR yang baru. Sidang itu akan digelar di ruang rapat paripurna DPR, dan akan mengundang semua anggota DPR periode 2014-2019. "Ini serius, besok akan digelar pelantikan di paripurna," kata Aria di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2014). Aria menyampaikan, pemilihan pimpinan DPR yang baru ini terpaksa digelar sebagai bentuk perlawanan terhadap pimpinan DPR saat ini yang dianggap tak memberi ruang aspirasi dari pihaknya.
Saat disinggung mengenai payung hukum yang digunakan terkait pelantikan tersebut, Aria tak dapat menjawab secara tegas. Ia hanya menyatakan bahwa pihaknya masih berusaha mencari celah hukum dan memantapkan calon pimpinan DPR tandingan. "Kita cari payung hukumnya. Kita juga sudah berusaha ajukan surat ke sana (Mahkamah Agung) supaya bisa melantik," ujarnya.
Mengenai calon pimpinan DPR yang akan diajukan dalam paket Koalisi Indonesia Hebat, kata Aria, PDI-P mengajukan Pramono Anung. Sementara itu, calon dari fraksi lainnya akan dikomunikasikan lebih lanjut
http://nasional.kompas.com/read/2014...pkan.Pimpinan.
---------------------------
KIH dan proyek "DPR Tandingan"nya sudah jelas-jelas melakukan tindakan tidak mengakui Lembaga DPR RI yang resmi, lalu membuat "DPR Tandingan" untuk mengambil alih fungsi dan peran Lembaga DPR-RI yang resmi dibentuk berdasarkan UU . Dan mereka mulai akan mengambil alih gedung DPR RI itu untuk kepentingan politiknya, seperti sidang Paripurna pada jum'at, 31 Oktober 2014 ini. Mereka juga tak mengakui Kabinet Jokowi, padahal itu pemerintah yang sah, karena mereka menolak keberadaan DPR resmi yang menyetujui perubahan nomenklatur kabinet Jokowi-JK, sehingga konsekwensinya kalau DPR yang menyetujui struktur dan nomenklatur usulan Presiden itu diangap tidak ada, dasar hukum kabinet un menjadi tidak ada juga.
Kalau tindakan konyol seperti ini hanya disebut perbuatan tidak serius atau main-main dari segelintir anggota KIH, maka memakai logika hukum yang manapun, tak bisalah hal seperti itu dianggap tindakan tidak serius atau tindakan main-main, karena yang dilecehkan itu simbol-simbol Negara yang resmi, yaitu DPR. Setidaknya tindakan anggota KIH itu, kalau tak mau disebut tindakan makar terhadap kekuasaan Legsilatif, yaa melakukan pelecehan terhadap simbol-simbol Negara. Silahkan TNI dan aparat penegak hukum lainnya mengambil tindakan, sebab hal ini bisa mengancam keselamatan NKRI dan bisa menjadi ancaman nasional.
Comments
Post a Comment