Politisasi Kasus MA Bisa Merumitkan Penanganan Hukum

Sabtu, 1 November 2014 07:12 WIB

Tribunnews/Herudin


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kedatangan Wakil Ketua DPR Fadli Zon ke rumah orangtua MA, tersangka kasus pornografi yang menimpa presiden ditengarai bermuatan politis.


Apalagi saat kedatangan Fadli di rumah pemuda lulusan SMP yang kesehariannya bekerja menjadi pembantu di sebuah restoran sebagai penusuk sate dibalut oleh faktor belaskasihan dan kemanusian, yang membuat kasus ini cepat merebak dan menjadi sorotan banyak pihak.


Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indoesia (PBHI Jakarta), Poltak Agustinus Sinaga mengatakan, jika kasus ini dipolitisasi maka pendekatan hukum yang berkeadilan menjadi rumit.


"Terlebih dengan kedatangan tokoh tokoh politik seperti Fadli Zon yang tiba-tiba hadir dan peduli terhadap tukang tusuk sate," ujar Poltak Agustinus dalam keterangan pers, Jumat (31/10/2014).


Pengacara HAM ini menyidir apa yang dilakukan politisi partai Gerindra ini. "Selama ini Fadli Zon kemana? Bukankah banyak kasus masyarakat kecil yang harus dibela? katanya. Poltak pun berharap, kasus ini bisa diselesaikan dengan mengutamakan keadilan. Sehingga, perlu menghindari politisasi dalam kasus-kasus kemanusiaan dan berkeadilan.


Proses hukum pun yang diterapkan oleh aparat Kepolsian menurut Poltak semestinya lebih manusiawi, tanpa penahanan dan pemenjaraan yang sudah berhari-hari, yang tidak lazim dalam sebuah tahap proses pemeriksaan sebagai terduga.


"Semoga saja Fadli Zon datang kesana tulus untuk masyarakat kecil, bukan untuk mempolitisir, jangan sampai untuk kepentingan politiknya. Begitu juga dengan Kepolsian yang harus jeli dalam kasus ini," pungkasnya.


Poltak pun menilai kasus MA yang memiliki kaitan dengan Joko Widodo -Megawati sebagai korban, terkait editan gambar meme pornografi itu kelalaian negara dalam memberikan pemahaman hukum. Terlebih negara ini merupakan negara hukum.


"Munculnya kasus MA ini sebenarnya lebih pada ketidakfahaman masyarakat dan warga negara terhadap dinamika hukum khusunya masyarakat kecil dan miskin," katanya.


Realitas di negara hukum masih banyak masyarakat yang buta hukum, ini dipicu sistem negara yang tidak berjalan. Tanggungjawab terhadap hukum itu haruslah negara.


"Kita ini negara hukum, artinya negara wajib hadir untuk memberi pemahaman hukum itu," kata Poltak. (Eko Sutriyanto)


Sumber


Sama-sama lulusan smp tapi beda nasib atau usaha


Comments

Popular posts from this blog

[TRUE STORY] Surabayan Gigolo: Ternyata Si Tante tak Selalu Cari yg Jago di Ranjang

[ PANLOK Idaman ....] Sandra Dewi Tak Heran Ahok Galak dan Suka Marah

Pengakuan Para Gigolo Kelas Atas di Surabaya