Ini Rumah yang Bikin Anak Tega Gugat Orangtuanya

Ini Rumah yang Bikin Anak Tega Gugat Orangtuanya


Seorang anak tega menggugat orangtuanya lantaran ingin mengembalikan sertifikat rumah, dari nama sang anak kembali menjadi nama pemilik sah, orangtuanya. Kasus tersebut terjadi antara Ani Hadi Setyowati dan sepasang orangtua kandungnya Achmad Tjakoen Tjokrohadi (92) dan Boedi Harti (86).


Kedua orangtua yang sudah lanjut usia itu tinggal di satu-satunya rumah mereka di Jalan Diponegoro 2 RT 1/RW 05 Kecamatan Klojen Kota Malang. Di usia senjanya, mereka harus tinggal di dalam rumah yang sedang diributkan oleh anak keempat mereka.


Rumah itu memiliki pagar hitam yang berkarat di beberapa sisi. Namun, rumah berukuran 1.000 meter per segi itu terlihat lapang dan asri. Pada akhir pekan, seorang pria lanjut usia sedang berjalan dari arah Masjid Salahudin menuju rumahnya. Jarak Masjid dengan rumah tak lebih jauh dari sepelemparan batu.


Tangan kanannya membawa tongkat sementara tangan kirinya dipapah oleh pembantunya, Sulamsi. Pria tersebut terlihat mengenakan sarung dan berkalung sajadah, rambutnya yang penuh uban ditutup dengan peci putih.


Meskipun berjalan tertatih pria yang tak lain adalah Achmad Tjakoen Tjokrohadi (92) menyempatkan tersenyum saat berpapasan dengan VIVA.CO.ID yang sedang berada di depan rumah besar itu. “Bapak dari masjid. Mau makan, sebentar ya,” kata Sulamsi sambil mempersilakan duduk di teras rumah.



Rumahnya tampak asri. Ada taman di halaman depan. Beberapa bangku taman berjajar melingkar. Terasnya terasa sejuk dengan atap rumah yang tinggi, khas bangunan lama peninggalan Belanda.


“Ini memang rumah Belanda dulu,” kata Sulamsi.



Seperti juga berderet rumah lain di kawasan Diponegoro, rumah yang dihuni Achmad Tjakoen dan istrinya itu juga kental dengan nuansa rumah kuno. Atap yang tinggi dengan daun jendela yang lebar dan tersebar di seluruh sisi rumah, serta sejumlah pilar di depan rumah yang menyerupai gaya indische yang popular dibangun di abad 17 hingga 18.


Saat bergeser ke dalam rumah nuansa dingin segera menyapa. Lantai keramik yang indah dan daun pintu kamar dari kayu yang tinggi dan besar menguatkan kesan kuno sekaligus antik, yang tak lagi mudah dijumpai di Malang. Di tengah rumah terdapat ruang keluarga tempat televise serta sebuah meja kerja berada di sudut ruangan. Di dinding samping meja kerja itu berderet sejumlah foto keuarga yang dibingkai manis.


“Ini foto delapan anak Bapak dan juga cucu-cucunya. Itu foto Bapak waktu dinas di tentara dulu, sebelum pensiun tahun 1970an,” kata pembantu wanita yang berada di rumah tersebut sejak tahun 2000 lalu.


Rumah Luas


Setiap tahun anak dan cucu Tjakoen selalu datang berlibur ataupun mengunungi orangtua mereka bergantian maupun bersama-sama. Ani Hadi Astuti, anak kedua dari delapan anak Tjakoen menyatakan rumah tersebut menjadi tempat berlibur sekaligus pemersatu keuarga. "Kami bergantian datang ke sini membesuk ibu dan ayah. Sebagai tempat istirahat juga liburan,” katanya.


Jalan Diponegoro merupakan kawasan strategi di Kota Malang. Di sekitar rumah Tjakoen ada beberapa rumah kuno yang sudah berubah fungsi jadi Guest House karena nilai sejarah sekaligus kenyamanan huniannya.



Di rumah itulah delapan bersaudara lahir dan dibesarkan hingga bisa mandiri oleh kedua orangtuanya. Meskipun belakang anak keempat mereka, Ani Hadi Setyowati sedang menggugat kedua orangtuanya sendiri lantaran ingin membalik nama sertifikat rumah yang telah menggunakan nama Ani Hadi Setyowati.


“Pada 1999 dengan berbagai cara dia mengajak ayah pergi ke notaris dan membalik nama sertifikat tanah menjadi namanya dengan landasan akta hibah,” kata Ani Hadi Astuti.


Belakangan, sang ayah ingin kembali membalik nama sertifikat menjadi namanya setelah tahu perbuatan anak keempatnya itu. Tahun 2013 Mahkamah Agung telah memutus bahwa akta hibah tersebut telah batal demi hukum dan memerintahkan Pengadilan Agama setempat untuk membalik nama sertifikat tanah kembali menjadi nama Achmad Tjakoen Tjokrohadi.


Namun upaya sang anak tak juga berhenti. Kali ini Acmad Tjakoen digugat wanprestasi Pengadilan Negeri Surabaya. “Adik saya menggugat ayah karena membatalkan hibah secara sepihak. Sebelumnya dia menawarkan mau membalik sertifikat asal diberi uang Rp5 miliar,” katanya.


Di dinding meja kerja itu terdapat sederet foto dalam bingkai yang tertempel rapi. Di bagian kiri bawah terdapat foto keluarga berisi Achmad Tjakoen Tjokrohadi dengan istrinya berdiri berjajar mengenakan baju adat jawa di sebuah panggung. Achmad Tjakoen dan istri di tengah sementara empat anak laki-laki berjajar di seblah kanan dan empat anak perempuan berjajar di sebelah kiri. Dalam foto itu mereka berpose dengan senyum gembira tersemat di wajahnya.


SUMBER......


Comments

Popular posts from this blog

[TRUE STORY] Surabayan Gigolo: Ternyata Si Tante tak Selalu Cari yg Jago di Ranjang

[ PANLOK Idaman ....] Sandra Dewi Tak Heran Ahok Galak dan Suka Marah

Pengakuan Para Gigolo Kelas Atas di Surabaya